SEPASANG TELAPAK KAKI DI SITUS PRASASTI JAMBU
Hujan tak henti juga mengguyur Bogor, seolah enggan melepas sejenak
saja predikatnya sebagai Kota Hujan, rintik-rintik, gerimis dan “byuur”
hujan deras, begitulah silih berganti cuaca saat saya dan rekan-rekan
napaktilas berkunjung dari satu saksi sejarah ke saksi berikutnya, berat
hati meningalkan moseleum van Motman, berteduh 15 menit, dan kamipun
bergegas menuju Situs Prasasti Jambu yang terletak di Pasir
Sikoleangkak ±367m dpl di wilayah Kampung Pasir Gintung, Desa Parakan
Muncang, Kec. Nanggung, Kab. Bogor, jarak 32 Km dari Kota Bogor. konon
masa kolonial Belanda lokasi ini dipenuhi oleh Perkebunan Karet
Sadeng-Djamboe.
Keberadaannya dilaporkan pertama kali tahun 1854 oleh Jonathan Rigg,
seorang tuan tanah yang memiliki perhatian terhadap kebudayaan setempat.
Beberapa peneliti telah berupaya meneliti dan membaca prasasti itu, di
antaranya: H. Kern (1877), Friederich (1885), dan Vogel (1925).
Jalan beraspal yang lumayan mulus, membawa kami menuju Situs, kurang
lebih 10 km dari Moseleum van motman, namun hujan juga belum rela untuk
reda, sambil berlari kecil turun dari kendaraan, saya melihat sebuah
rumah dengan teras dan kursi tua di depannya, sepertinya tempat yang
tepat untuk berteduh, perjalanan ini menjadi begitu rumit dirasa karena
terlupakan membawa rain coat untuk melindungi kamera saya,
seraya berharap hujan reda dan mencari info berapa jauh lagi kah kita
akan berjalan menuju situs?, “satu kilometer saja“, jarak ini
tentu tidak begitu jauh apabila ditempuh tidak dalam keadaan hujan,
namun basah dan licin ini membuat hati saya sedikit enggan untuk
beranjak. Seorang rekan napaktilas tiba-tiba menyodorkan selembar
kantong plastik putih ke hadapan saya “ini untuk membungkus kamera
dan ini payung”, dengan wajah cerah saya terima sodoran bala bantuan
ini, tentu dengan semangat melanjutkan perjalanan, sambil memeluk tas
kamera dan melangkah perlahan di jalan bertanah yang sudah nyaris becek.
Licin, itulah yang berkali-kali saya rasakan melintasi jalan setapak
ini, tak jarang melintasi sawah, berjongkok melwati batu-batu besar dan
turunan anak tangga, ternyata sandal gunung inipun tak mampu menahan
berat badan saya untuk tetap kokoh berdiri, sehingga bak bayi yang baru
belajar berjalan, langkah demi langkah terayun, sambil memegangi payung
yang cukup berat dan lebarnya bisa muat tiga orang ini, dengan nafas
sedikit tersengal dan wajah dan tubuh yang sudah basah oleh keringat dan
air hujan, saya mendongakkan wajah dari balik payung, gerbang tinggi
dengan tembok putih serta plang berwarna biru bertulis Situs Prasasti Jambu tampak terlihat, akhirnya tiba juga di tujuan.
lima meter dari gerbang berdiri sebuah joglo kecil tempat buku tamu,
dan 10 meter di depan bangunan tampak cungkup berukuran 8×8 m tegak
berdiri, suasana sedikit kelam, mungkin karena mendung atau terbawa
nuansa jaman batu dimasa itu, saya dan rekan-rekan bergegas menuju
ruangan delapan kali delapan meter itu, hujan masih saja enggan
berpisah. Sayapun bergegas masuk dalam cungkup ini untuk berteduh, di
balik pagar kayu melingkar disediakan belahan batang pohon yang menjadi
tempat duduk bagi pengunjung dan cerita sejarah kerajaan Tarumanagara
inipun mengalir dari seorang Anthropolog UI tampak terlihat pada sebuah batu berukuran kurang lebih 2 meter
dengan tinggi 70 cm. Sepasang pahatan telapak kaki manusia, 80 cm di
bagian bawahnya tertulis dua baris kalimat ber-aksara Pallawa berbahasa
Sansekerta.
Pemandangan alam di sekitar situs ini begitu indah, berkali-kali
berpapasan dengan para petani, ada yang memanggul pisang,
rumput-rumputan untuk ternak atau sepasang suami istri yang bertani di
sawah, serta obrolan ringan menyusuri tepian sawah, sungguh sebuah
hiburan dalam menempuh perjalanan pulang dengan sandal penuh tanah
merah.
ISTANA BOGOR
Berawal dari keinginan orang – orang Belanda yang bekerja di Batavia (
kini Jakarta ) untuk mencari tempat peristirahatan. Karena mereka
beranggapan bahwa kota Batavia terlalu panas dan ramai, sehingga mereka
perlu mencari tempat – tempat yang berhawa sejuk di luar kota Batavia.
Gubernur Jendral Belanda bernama G.W. Baron van Imhoff, ikut
melakukan pencarian itu dan berhasil menemukan sebuah tempat yang baik
dan strategis di sebuah kampung yang bernama Kampong Baroe, pada tanggal
10 Agustus 1744. Setahun kemudian, yaitu pada tahun 1745 Gubernur
Jendral van Imhoff ( 1745 – 1750 ) memerintahkan pembangunan atas tempat
pilihannya itu sebuah pesanggrahan yang diberi nama Buitenzorg, (
artinya bebas masalah / kesulitan ). Dia sendiri yang membuat sketsa
bangunannya dengan mencontoh arsitektur Blenheim Palace, kediaman Duke
of Malborough, dekat kota Oxford di Inggris. Proses pembangunan gedung
itu dilanjutkan oleh Gubernur Jendral yang memerintah selanjutnya yaitu
Gubernur Jendral Jacob Mossel yang masa dinasnya 1750 – 1761
Dalam perjalanan sejarahnya, bangunan ini sempat mengalami rusak
berat sebagai akibat serangan rakyat Banten yang anti Kompeni, di bawah
pimpinan Kiai Tapa dan Ratu Bagus Buang, yang disebut Perang Banten 1750
– 1754. Pada masa Gubernur Jendral Willem Daendels ( 1808 – 1811 ),
pesanggrahan tersebut diperluas dengan memberikan penambahan baik ke
sebelah kiri gedung maupun sebelah kanannya. Gedung induknya dijadikan
dua tingkat. Halamannya yang luas juga dipercantik dengan mendatangkan
enam pasang rusa tutul dari perbatasan India dan Nepal.
Kemudian pada masa pemerintahan Gubernur Jendal Baron van der Capellen (
1817 – 1826 ), dilakukan perubahan besar – besaran. Sebuah menara di
tengah – tengah gedung induk didirikan sehingga istana semakin megah,
Sedangkan lahan di sekeliling istana dijadikan Kebun Raya yang
peresmiannya dilakukan pada tanggal 18 Mei 1817.
Gedung ini kembali mengalami kerusakan berat, ketika terjadi gempa
bumi yang pada tanggal 10 oktober 1834. Pada masa pemerintahan Gubernur
Jendral Albertus Yacob Duijmayer van Twist ( 1851 – 1856 ), bangunan
lama sisa gempa dirubuhkan sama sekali. Kemudian dengan mengambil
arsitektur eropa Abad IX, bangunan baru satu tingkat didirikan.
Perubahan lainnya adalah dengan menambah dua buah jembatan penghubung
Gedung Induk dan Gedung Sayap Kanan serta Sayap Kiri yang dibuat dari
kayu berbentuk lengkung. Bangunan istana baru terwujud secara utuh pada
masa kekuasaan Gubernur Jendral Charles Ferdinand Pahud de Montager (
1856 – 1861 ). Dan pada pemerintahan, selanjutnya tepatnya tahun 1870,
Istana Buitenzorg ditetapkan sebagai kediaman resmi para Gubernur
Jendral Belanda.
Akhir perang dunia II, Jepang menyerah kepada tentara Sekutu,
kemudian Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Barisan Keamanan Rakyat (
BKR ) sempat menduduki Istana Boeitenzorg untuk mengibarkan bendera
merah putih. Istana Boeitenzourg yang namanya kini menjadi Istana
Kepresidenan Bogor diserahkan kembali kepada pemerintah republik ini
pada akhir tahun 1949. Setelah masa kemerdekaan , Istana Kepresidenan
Bogor mulai dipakai oleh pemerintah Indonesia pada bulan Januari 1950.
Kepustakaan dan Benda Seni
Istana Kepresidenan Bogor mempunyai koleksi buku sebanyak 3.205 buah
yang daftarnya tersedia di kepustakaan istana. Istana ini menyimpan
banyak benda seni, baik yang berupa lukisan, patung, serta keramik dan
benda seni lainnya. Hingga kini lukisan yang terdapat di istana ini
adalah 448 buah, dimana judul/nama lukisan itu, pelukisnya, tahun
dilukisnya, tersedia dalam bentuk daftar sehingga memudahkan siapa saja
yang ingin memperoleh informasi tentang lukisan tersebut. Begitu pula
halnya dengan patung dengan aneka bahan bakunya. Di istana ini terdapat
patung sebanyak 216 buah.
Di samping lukisan dan patung, Istana Bogor juga mengoleksi keramik
sebanyak 196 buah. Semua itu tersimpan di museum istana, di samping yang
dipakai sebagai pemajang di setiap ruang/bangunan istana.
Petunjuk permohonan Kunjungan ke Istana Bogor
Para peminta agar mengikuti ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Mengajukan surat permohonan ditujukan kepada:
a. Sekretariat Presiden RI
Jl. Veteran No 16 jakarta 10110
b. Kepala Istana Bogor
Jl. Ir. H. Juanda No 1 Bogor
c. Melampirkan daftar nama pengunjung sejumlah rangkap 4 (empat)
d. Identitas jelas pimpinan rombongan (alamat, telepon, dan fotocopy KTP)
e. Minimal 25 orang dalam satu rombongan
f. Surat permohoan dapat diajukan oleh instansi, organisasi, yayasan sekolah, baik pemerintah atau swasta
g. Rombongan yang bersifat perorangan/keluarga, harus
diketahui/legalisir oleh pejabat wilayah yang berwenang
serendah-rendahnya Pejabat kantor Kelurahan
h. Rombongan yang memakai jasa travel surat permohonannya dibuat diatas kertas kop pemohon (bukan Kop travel)
i. Batas usia pengunjung minimal 10 tahun atau kelas 4 sekolah dasar
j. Surat permohonan harus sudah diajukan selambat-lambatnya 1 (satu) minggu sebelum hari kunjungan
k. Bagi calon pengunjung yang dapat dipertimbangkan akan diberikan surat ijin masuk
l. Surat Ijin Masuk Istana akan diberikan paling cepat 3 (tiga) hari sebelum hari kunjungan
2. Waktu Kunjungan
a. Hari Kerja (Senin s.d.Jumat) mulai pukul 08.00 s.d 14.00 WIB
b. Hari Sabtu, Minggu dan hari libur lainnya tidak melayani tamu kunjungan
3. Ketentuan/Persyaratan
a. Pakaian harus sopan dan rapi, contoh, baju muslim lengkap, stelan
rok/celana/blazer, celana panjang dari bahan dan kemeja lengkap dengan
sepatu dan ikat pinggang untuk pria
b. Tidak memakai pakaian rekreasi seperti: celana pendek, celana
panjang ketat, celana jean’s, celana olahraga, rok mini, baju tanpa
lengan, baju ketat, kaos, T-shirt, dan sandal
c. Tidak memotret pada tempat-tempat yang bertanda “DILARANG MEMOTRET”
d. Tidak membawa senjata api, senjata tajam,alat-alat bunyi, atau barang-barang berbahaya lainnya
e. Tidak membawa tas, bungkusan, makanan, minuman selama berkunjung ke
dalam istana (barang-barang ini bisa ditinggalkan dikendaraan
masing-masing)
f. Dilarang membuang sampah dihalaman Istana Bogor, dan tetap senantiasa menjaga ketertiban dan keamanan
g. Tidak mengadakan kegiatan lain seperti arisan, makan atau acara lain tanpa izin kepala Istana Bogor
h. Pimpinan rombongan bertanggungjawab penuh atas rombongannya
i. Bagi pengunjung yang tidak mematuhi ketentuan-ketentuan tersebut maka
izin kunjungan dapat dibatalkan dan dimasa mendatang tidak akan
dilayani.
j. Pelanggaran sampai tingkat membahayakan keamanan akan diproses secara hukum
Note: kemungkinan Pembatalan / penundaan oleh pihak Istana Bogor
dapat dilakukan apabila Istana Bogor sedang dipergunakan untuk acara
kenegaraan / acara penting lainnya
Namun di luar dari tata cara tersebut, ada kalanya Istana dibuka
untuk Umum sebagai salah satu dari rangkaian acara peringatan hari Jadi
Kota Bogor yang jatuh pada 3 Juni. Pendaftaran di Kantor Disbudpar di
Jalan Kapten Muslihat, dan syarat-syarat lainnya sama dengan peraturan
diatas
Teknis kunjungan nantinya para pengujung akan dibagi dalam beberapa
kelompok tergantung jumlah pendaftar. Para pengujung akan dibawa
berkeliling ke Istana Bogor selama kurang lebih 30 menit. Dibantu oleh
pemandu dari Istana para pengujung akan diajak mengenal sejarah yang
terdapat di dalam istana
MAUSOLEUM VAN MOTMAN
Gedung Mausoleum van Motman terletak di Kampung Pilar, Desa
Sibanteng, Kec. Leuwisadeng, Kab. Bogor. Sekitar 25 Km dari Kota Bogor
ke arah barat. Disebut moseleum karena di dalam bangunan ini sampai
tahun 1974 tersimpan empat jenazah keluarga van Motman yang diawetkan
pada kotak kayu persegi yang bagian atasnya ditutupi kaca.
Didirikan oleh Pieter Reinier van Motman, tuan tanah perkebunan
Dramaga ke-tiga (1890 – 1911), gedung ini berada di lahan pekuburan
keluarga van Motman. Komplek makam ini merupakan bagian lahan yg
dahulunya dikenal dengan sebutan afdeling Jambu.
Gedung berwarna putih yang terlihat kusam ini berbentuk letter plus
(salib) dan memiliki sebuah kubah di bagian atasnya. Menurut Anthony
Holle, seorang kerabat keluarga van Motman, arsitektur gedung moseleum
ini merupakan replika dari gereja Santo Petrus di Kota Roma.
Di halaman moseleum dahulunya terdapat 33 kuburan keluarga dan
kerabat van Motman. Areal ini pertama kali digunakan sebagai makam
tanggal 5 Desember 1811 ketika Gerrit Willem Casimir van Motman (1773 –
1821), lelaki van Motman pertama yang menjejakkan kaki di tanah Jawa
menguburkan anak perempuannya yang bernama Maria Henrietta.
Kini sejumlah pilar bekas nisan makam masih terlihat di halaman
gedung moseleum. Keadaannya sangat terbengkalai. Dahulu pilar
nisan-nisan tersebut terlihat anggun dengan pualam yang menutupinya.
Kini tonggak penanda kubur itu menjadi kelam dengan ditumbuhi lumut dan
tumbuhan merambat. (sumber: Napaktilas Peninggalan Budaya)
ARCA DOMAS TENJOLAYA
Arca Domas berada di kecamatan Ciomas, Bogor yang juga merupakan kaki
Gunung Salak Endah. Arca Domas – Cibalay masih dalam wilayah Kecamatan
Tenjolaya. Di kaki Gunung Salak, untuk mencapai Arca Domas, kita harus
mendaki pegunungan dari jalan aspal sekitar kurang lebih 1,5 Km.
Arca Domas sendiri sebenarnya merupakan beberapa batu-batuan yang
tersusun rapi, dan dipercaya sudah ada sejak jaman Megalithikum. Luas
areal situs tersebut kurang lebih sekitar 1 hektar, hingga saat ini
keadaannya masih rapi dan terawat dengan baik. DI pintu gerbang situs
tersebut tertulis nama “Bale Kambang”, tempat ini dipercaya dulunya
sebagai tempat penasehat-penasehat Pajajaran berunding dan bermusyawarah
menyusun strategi.
Kata Arca Domas sendiri berasal dari bahasa Sunda Kuno yang berarti
“800 Patung”, namun belum ada yang menghitung jumlah batu-batuan yang
berada di sekitar situs ini. Diantara batu-batu tersebut ada beberapa
batu yang memiliki tulisan-tulisan yang belum terpecahkan secara pasti
mengenai arti dari tulisan tersebut
Di tengah area ini ada batu tegak berbentuk segitiga yang
melambangkan Gunung Salak, disekelilingnya dilingkari batu-batu yang
terhampar melingkari batu segitiga, dibagian belakang pusar ada 3 batu
lagi berdiri tegak berbentuk segi empat memanjang, di depannya sedikit
ditemukan pula 3 buah batu, ada dua batu tegak berdampingan berbentuk
segitiga, melambangkan dua buah gunung, yang emmang lokasinya
berdekatan, yaitu gunung Salak dan Gunung Pangrango.
GELIAT PAGI DI BENDUNGAN KATULAMPA
Bendungan Katulampa adalah bangunan yang terdapat di kecamatan
Katulampa, Bogor Timur, Bogor,Jawa Barat, dibangun pada tahun 1911
sebagai sarana Irigasi lahan seluas 5.000 hektar yang terdapat pada sisi
kanan dan kiri bendungan.
Saluran irigasi dari bendungan ini mempunyai kapasitas maksimum
sekitar 6.000 liter perdetik. Fungsi lain dari bendungan Katulampa
adalah sebagai sistem informasi dini terhadap bahaya banjir Sungai
Ciliwung yang akan memasuki Jakarta. Data mengenai ketinggian air di
bendung Katulampa ini memperkirakan bahwa sekitar 3 – 4 jam kemudian air
akan sampai di daerah Depok. Selanjutnya di Bendung Depok ketinggian
air dipantau dan dilaporkan ke Jakarta sehingga masyarakat yang tinggal
di kawasan sekitar aliran sungai ciliwung sudah dapat mengantisipasi
sedini mungkin datangnya air banjir yang akan melewati daerah mereka.
0 komentar:
Posting Komentar